Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polri adalah unit garis depan dalam pemberantasan kejahatan di Indonesia. Dalam era modern ini, teknik penyelidikan yang digunakan Satreskrim terus berkembang, mengintegrasikan metode tradisional dengan inovasi teknologi. Dari analisis digital canggih hingga rekonstruksi kejadian, setiap langkah diambil untuk mengungkap kebenaran dan membawa pelaku ke meja hijau.
Perkembangan teknologi informasi telah mengubah lanskap kejahatan, memunculkan modus operandi baru yang kompleks. Oleh karena itu, teknik penyelidikan modern Satreskrim sangat bergantung pada analisis digital forensik. Ini melibatkan penelusuran jejak digital dari berbagai perangkat, seperti ponsel pintar, komputer, dan media sosial. Tim ahli digital forensik dari kepolisian, seperti yang terlihat dalam kasus peretasan besar pada 10 Februari 2024, bekerja keras menganalisis data untuk menemukan bukti elektronik yang sah. Data ini bisa berupa riwayat komunikasi, lokasi GPS, hingga transaksi keuangan digital yang seringkali menjadi petunjuk krusial dalam mengungkap jaringan kejahatan siber atau bahkan kejahatan konvensional yang melibatkan komunikasi digital.
Meskipun teknologi berperan besar, olah TKP tetap menjadi teknik penyelidikan fundamental. Petugas Satreskrim, seringkali dibantu oleh tim Laboratorium Forensik (Labfor) dan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis), melakukan identifikasi dan pengumpulan bukti fisik secara sistematis. Sidik jari, DNA, serat pakaian, dan sisa bahan peledak adalah beberapa contoh bukti yang dapat memberikan petunjuk penting. Pada setiap TKP, proses dokumentasi visual dan pencatatan detail adalah standar yang tak bisa ditawar. Tim Olah TKP selalu bergerak cepat, seringkali dalam hitungan jam setelah insiden, untuk memastikan tidak ada bukti yang rusak atau hilang, seperti yang mereka lakukan saat menangani insiden kebakaran mencurigakan pada Kamis malam, 21 Maret 2025.
Rekonstruksi kejadian adalah teknik penyelidikan yang sangat efektif untuk memverifikasi alur kejadian berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti. Dalam rekonstruksi, pelaku, korban (jika memungkinkan), dan saksi diminta untuk memerankan kembali peristiwa sesuai dengan keterangan mereka di lokasi kejadian. Ini membantu penyidik mendapatkan gambaran yang lebih jelas, menemukan inkonsistensi, atau bahkan mengungkap fakta baru. Pada rekonstruksi kasus perampokan bank yang terjadi pada bulan Juli 2024, penyidik Satreskrim mengundang tersangka untuk memerankan adegan di depan kamera, dengan kehadiran jaksa dan penasihat hukum. Ini memastikan bahwa seluruh proses penyelidikan dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Dengan kombinasi teknik penyelidikan tradisional yang kuat dan pemanfaatan teknologi modern, Satreskrim terus meningkatkan kapasitasnya dalam memerangi berbagai bentuk kejahatan, demi mewujudkan keadilan dan keamanan bagi masyarakat.
