Kejahatan narkotika merupakan salah satu ancaman transnasional paling serius yang merusak struktur sosial dan mengancam keamanan suatu negara. Kompleksitas jaringan, kecepatan pergerakan, dan nilai ekonomi yang fantastis menuntut strategi Penanganan Kejahatan Narkotika yang adaptif dan terintegrasi. Saat ini, fokus tidak hanya pada penindakan hulu (produsen dan bandar besar) tetapi juga pada pencegahan hilir (pengguna dan pecandu), sejalan dengan Undang-Undang Narkotika. Penanganan Kejahatan Narkotika yang efektif harus menggabungkan kekuatan intelijen, penindakan hukum yang tegas, dan upaya rehabilitasi yang humanis.
Strategi pemberantasan yang dijalankan oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri saat ini sangat mengandalkan teknologi dan kerja sama internasional. Terutama, dalam memerangi peredaran Narkotika Jenis Baru (NPS) yang sering diselundupkan melalui kargo atau jasa pos. Dalam Semester Pertama tahun 2025, Bareskrim tercatat berhasil mengungkap 15 kasus penyelundupan narkotika lintas negara yang melibatkan total barang bukti sabu-sabu seberat 2 ton. Pengungkapan kasus-kasus besar ini, yang beroperasi melintasi batas tiga negara Asia Tenggara, menunjukkan pentingnya analisis big data dan tracking perbankan untuk memutus rantai pasok dan pendanaan.
Selain penindakan keras, Penanganan Kejahatan Narkotika kini menempatkan pencegahan dan rehabilitasi sebagai komponen yang tidak terpisahkan. Program pencegahan dilakukan secara masif, khususnya menyasar lingkungan pendidikan SMA dan perguruan tinggi, yang dianggap rentan. Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Barat, pada hari Kamis, 17 Oktober 2025, menyelenggarakan sesi penyuluhan selama 150 menit di Aula Serbaguna, yang menargetkan 500 pelajar tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Tujuannya adalah membangun kekebalan diri remaja terhadap godaan narkotika sejak dini.
Aspek rehabilitasi juga ditingkatkan untuk mewujudkan keadilan restoratif bagi pengguna. Pada kasus penyalahgunaan murni dengan barang bukti di bawah batas tertentu, penyidik kepolisian bekerja sama dengan Tim Asesmen Terpadu (TAT) yang terdiri dari dokter, psikolog, dan petugas hukum. TAT ini bertugas memastikan bahwa pecandu mendapatkan rehabilitasi medis dan sosial, bukan hanya hukuman penjara. Di Lembaga Rehabilitasi Narkoba Wira Sehat, per akhir kuartal III tahun 2025, tercatat bahwa 85% pasien yang menjalani rehabilitasi penuh selama minimal 6 bulan menunjukkan hasil tes urin negatif secara berkelanjutan. Kerjasama antara aparat penegak hukum dan fasilitas rehabilitasi ini menegaskan bahwa pendekatan yang paling berhasil dalam memerangi kejahatan narkotika adalah kombinasi antara penindakan tegas terhadap jaringan pengedar dan pengayoman terhadap korban penyalahgunaan.
